Pajak dan Zakat Usaha Yang Harus Dibayar Pengusaha Muslim

  • Whatsapp
pajak dan zakat usaha

Sebagai seorang pengusaha muslim mestinya harus mengetahui jenis pajak dan zakat usaha yang wajib dibayarkan agar usahanya dapat berjalan dengan lancar dan berkah, karna harta yang digunakan telah bersih dari tanggungan yang menjadi kewajibannya untuk ditunaikan.

Setiap orang mempunyai pilihan keinginan, sebagian orang mungkin ada yang ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil, TNI, Polri, karyawan swasta, Bankir ataupun menjadi seorang petani, nelayan, pedagang atau pengusaha sukses.

Read More

Apapun itu profesinya, tentu tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengambil manfaat dari kebaikannya. Saat ini populasi manusia Indonesia semakin tinggi. Tak ayal pula, tentu semakin banyak orang yang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya. Dapat diketahui bahwa pemuda dan pemudi yang telah lulus dari Perguruan Tinggi, ataupun hanya tamatan SMA, SMK, dan STM. Lulusan ini tentu akan mencari pekerjaan baru, atau sangat membutuhkan pekerjaan untuk kebutuhannya.

Indonesia dipandang sebagai potensi tertinggi bagi pasar dunia industri. Di samping itu, jika dilakukan pengelolaan dan pengembangan ketrampilannya, sumber daya manusia Indonesia akan menjadi kekuatan yang besar bagi pembangunan negara dan tawar-menawar di mata dunia. Oleh karena itu banyak peluang bagi para pemuda Indonesia untuk mencari lapangan pekerjaan maupun membuka usaha dan mengembangkannya secara mandiri.

Jika ingin menjadi seorang pengusaha, tidak cukup hanya mengandalkan cara jual beli, tawar-menawar, atau upaya mengumpulkan modal dan laba saja, tetapi hendaknya seorang pengusaha juga harus menguasai dari pada administrasi keuangan, dan jangan hanya mengandalkan karyawan atau patner kerja, tetapi hendaknya sama-sama mengupayakan memahami tanggung jawab tersebut secara umum.

Baca Juga: Cara Memulai Usaha Baru Menurut Islam Agar Lancar Dan Berkah

Apalagi sebagai seorang muslim, bukan hanya memahami tindakan dalam pengaturan usaha yang berhubungan secara horizontal saja, tetapi hubungan secara vertikal kepada Alloh juga hendaknya dilaksanakan.

Berikut akan dibahas pengeluaran apa saja yang hendaknya kita ketahui selain biaya-biaya usaha yang sangat penting, terkadang kita lalai akan 2 (dua) hal, yaitu pajak dan zakat usaha.

Biasanya dalam berusaha mengenal biaya usaha seperti : HPP (Harga Pokok Penjualan) atau pembelian barang untuk dijual kembali, gaji karyawan, uang sewa (jika tempat usaha masih menyewa), dan mungkin pembayaran kredit pinjaman usaha baik konvensional maupun syariah. Tetapi dari semua itu ada hal yang juga penting untuk diperhatikan setelah biaya-biaya tersebut, yaitu pengeluaran pajak dan zakat.

Pengeluaran Pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak ini merupakan suatu pengeluran yang selain biaya pokok yang kurang mendapat perhatian dan tanggapan yang serius oleh para pengusaha, sehingga keputusan untuk mengambil suatu keuntungan terkadang tidak didasari dengan menggunakan perhitungan jenis pajak yang hedak kita keluarkan, atau bahkan tidak dibayarkan pajaknya, sehingga timbulah yang namanya denda pajak hingga bertumpuk bertahun-tahun, sehingga bisa saja seorang pengusaha menjadi gulung tikar.

Berikut adalah berbagai jenis pajak khusus dalam hal usaha saja yang perlu diketahui, baik itu Pengusaha yang bergerak dalam badan usaha Makro (Badan Usaha CV,dan PT), maupun Mikro (UD, dan Pengusaha Pribadi) :

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Wajib Pajak, baik berasal dari dalam maupun dari luar negeri, yang dapat menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap penghasilan orang pribadi dan badan yang diterima selama satu tahun pajak. Adapun yang biasa perusahaan atau pengusaha sering bersinggungan dengan pajak penghasilan sebagai berikut:

a. PPh 22

PPh 22 adalah pemungutan pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah, adapun yang memungut PPh 22 kepada perusahaan biasanya:

  1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
  2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swsata yang berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak pembeli atas penjualan barang mewah.

Adapun tarif dari pada PPh 22 ada 3 bagian, yaitu :

  1. Atas Impor:
  2. Apabila menggunakan Angka Pengenal Importir (API) adalah 2,5% x nilai impor, jika tidak menggunakan API maka tarifnya sebesar 7,5% x nilai impor.
  3. Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD tarifnya 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).
  4. Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan API adalah 0,5% x nilai impor.
  5. Atas Penjualan Hasil Produksi:
  6. Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)
  7. Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
  8. Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
  9. Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
  10. Penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah bersifat final bagi penyalur atau agen dan tidak bersifat final bagi yang lainnya
  11. Atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri tarifnya 0,25% x harga pembelian (Tidak termasuk PPN).

b. PPh 21

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau karyawan Anda, dan harus dibayar setiap bulannya. Perusahaan mengelola pemungutan pajak dengan memotong langsung penghasilan para pegawai dan menyetorkannya ke kas negara melalui bank atau kantor pos.

Baca Juga: Partisipasi Anggota Koperasi Dalam Mengelola Usaha Koperasi, Berikut Karakter Yang Harus Dimiliki

Adapun PPh 21 ini jarang berlaku bagi pengusaha pribadi, bukan atas nama badan usaha. Karena Pengusaha Pribadi biasanya memakai tarif PPh final, (baik berupa PP 23 ataupun PPh pasal 4 ayat 2) jika omset dibawah 4,8 Milyar selain usaha kontruksi yang sudah dipotong oleh pemungut, dan Jika Omeset lebih dari pada 4,8 Milyar maka memakai tariff PPh 25. Adapun tarif untuk PPh 21 adalah 5% pada umumnya setelah dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), semisal punya tanggungan anak adan istri.

Adapun pengelomokan perhitungan PPh 21, yaitu :

  1. Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala
  2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
  3. Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap
  4. Penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur
  5. Peserta program pensiun berstatus pegawai yang menarik dana pensiun

c. PPh 23

PPh 23 adalah Pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak saat transaksi yang meliputi transaksi dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan, atau jasa.

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan  atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Berikut adalah beberapa contoh tarifnya:

  1. Tarif 15% dari jumlah bruto:
  2. Dividen, kecuali pembagian dividen terhadap orang pribadi dikenakan final.
  3. Hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.
  4. Tarif 2% dari jumlah bruto:
  5. atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan atau bangunan.
  6. atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
  7. atas imbalan jasa lainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.

d. PPh 25

PPh 25 adalah Angsuran pajak yang berasal dari jumlah Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan PPh dikurangi PPh yang dipotong serta PPh terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan. Pembayaran pajak harus dibayarkan sendiri tanpa diwakilkan oleh siapapun.

Pembayaran pajak dilaksanakan secara berangsur. Tujuannya untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi keterlambatan pembayaran pajak yaitu pengenaan bunga 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran. Angsuran pajak/bulan = (PPh terutang – kredit pajak) / 12.

PPh 25 ini biasanya diangsur apabila Omset tahun sebelumnya mencapati di atas 4,8 Milyar.

e. PPh 29

Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25. Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir Untuk PPh 29 ini biasanya Omsetnya tahun sebelumnya mencapai 4,8 Milyar.

f. PPh Final (Pasal 4 ayat 2)

PPh Final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya. PPh Final yang sering terjadi dalam transaksi suatu perusahaan maupun Pengusaha Orang Pribadi ialah :

  • Sewa tanah dan/atau bangunan biasanya mencapai 10%
  • PPh Final atas jasa konstruksi, berbeda-beda sesuai klarifikasi pekerjaannya, yaitu
    • 2% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
    • 4% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
    • 3% untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa selain penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam poin a dan b.
    • 4% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha.
    • 6% untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
  • PPh Final atas Dividen yang Diterima Orang Pribadi mencapai 10%
  • PPh Final atas Hadiah Undian, yaitu dari 15% smpai 25%
  • PPh Final atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Yaitu untuk sekarang berdasarkan PP 23 , maka tarifnya mencapai 0,5% per bulan, jika omset sebeumnya di bawah 4,8 Milyar.

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan semua setiap pertambahan nilai dari barang atau dagang dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.Merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Tarif PPN adalah 10% dari nilai barang.

PPN ini dikenakan jika kita membeli suatu barang dari Produsen maupun pengedar barang, dan sebaliknya kita juka menjual harus memberikan tarif PPN kepada pembeli. PPN ini biasanya dilaporkan dengan menerbitkan no seri faktur pajak dan syaratnya harus mengajukan PKP, atau biasa disebut Pengusaha Kena Pajak yang istilahnya pengusaha, baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN tahun 1984 serta perubahannya.

Zakat Usaha

Kemudian yang perlu diperhatikan bagi seorang Pengusaha Muslim di Indonesia dalam pengeluaran dari hasil Usahanya atau Omset sebelum laba bersih setelah jenis pajak di atas adalah zakat usaha. Zakat bagi pengusaha Muslim biasanya mencapai 85 gram telah sampai Nisob. Karena Zakat ini sangat penting untuk membersihkan harta kita dan merupakan suatu tanggung jawab kita kepada Allah SWT. atas karunia yang sudah diberikan kepada kita.

Zakat ini dalam perhitungan Pajak Tahunan biasanya akan mengurangi Perhitungan Pajak, jika kita menggunakan tarif PPh 25/29. Dengan berzakat hidup kita akan berkah, usaha lancar, dan terhindar dari pada bencana.

Baca Juga: Konsep Dasar Ekonomi Islam Di Indonesia

Demikianlah pembahasan tentang jenis pajak dan zakat usaha yang mustinya menjadi perhatikan bagi seseorang yang ingin menjadi pengusaha, agar kita bisa mengatur keungan kita, sehingga berupaya untuk menghindari kerugian dikemudian hari, dan dapat memperhitungkan berapa keuntungan yang harus dicapai hingga mampu memenuhi pengeluaran-pengeluran lain, selain dari pada biaya-biaya yang ada.